Amalan-amalan Khusus Kota Madinah

Sumber Majalah as-Sunnah Ed.05, Th.XVIII_1435H/2014M

Di samping memberikan berbagai keistimewaan kepada kota Madinah, Allah عزّوجلّ juga mensyariatkan berbagai amalan khusus di kota Madinah. Alangkah baiknya jika penduduk dan peziarah kota Madinah bisa menambah bekal akhirat dan mengisi waktu mereka dengan amalan-amalan ini. Amalan-amalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Shalat di Masjid Nabawi

Shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan yang besar sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم, dalam sabda Beliau صلى الله عليه وسلم :

صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Satu shalat di masjid saya ini lebih baik daripada seribu shalat di tempat lain, kecuali Masjidil Haram. (HR. Al-Bukhari no. 1190 dan Muslim no. 1394)

Ini adalah anugerah yang sangat besar dari Allah عزّوجلّ, karena satu shalat fardhu di Masjid Nabawi lebih baik daripada shalat fardhu seorang Muslim di masjid kampungnya selama dua ratus hari. [1]

Keutamaan ini mencakup shalat fardhu dan sunnah, dilakukan di Masjid Nabawi yang lama maupun bagian perluasannya, dan umum mencakup pria maupun wanita.

2. Beribadah di Raudhah

Raudhah secara bahasa adalah taman. Di Masjid Nabawi ada sebuah tempat yang disebut sebagai salah satu taman surga. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ

Tempat yang terletak diantara rumah saya dan mimbar saya adalah salah satu di antara taman-taman surga (HR.al-Bukhari no. 1195 dan Muslim no. 1390)

Dalam riwayat Thabrani di al-Mujam al-Ausath no. 3112, Nabi صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa rumah yang dimaksud adalah rumah Aisyah رضي الله عنها, yakni rumah tempat Beliau wafat dan sekarang menjadi tempat kubur Beliau صلى الله عليه وسلم. Riwayat ini menjelaskan rumah yang di maksud, karena Beliau صلى الله عليه وسلم memiliki beberapa rumah di sekitar Masjid Nabawi dan masing-masing ditinggali oleh para istri Beliau صلى الله عليه وسلم .

Ibnu Hajar رحمه الله menyebutkan tiga penafsiran untuk hadits ini, [2] yaitu:

a. Tempat ini seperti taman surga, dalam ketenangan dan kedamaian yang didapati orang yang memasukinya.

b. Beribadah di tempat ini akan membuat pelakunya masuk surga.

c. Tempat ini akan dipindah ke surga dan menjadi salah satu tamannya di akhirat kelak.

Roudhah adalah tempat yang paling mulia di Masjid Nabawi, karenanya disyariatkan untuk memperbanyak ibadah Sunnah seperti shalat, dzikir dan membaca al-Qur'an, dengan syarat bisa khusyu' dan tidak menyakiti orang lain saat berada di sana maupun saat menuju ke sana. Adapun untuk shalat wajib, shaf-shaf yang ada di depan Raudhah tetap lebih utama.

3. Berjihad di Masjid Nabawi

Sebuah amalan ringan di Masjid Nabawi terhitung sebagai jihad di jalan Allah عزّوجلّ Hanya dengan niat belajar atau mengajar saat melangkahkan kaki menuju Masjid Nabawi, itu laksana berjihad di jalan Allah عزّوجلّ. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ جَاءَ مَسْجِدِي هَذَا لَـمْ يَأْتِهِ إِلَّا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ فَهُوَ بِـمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ فَهُوَ بِـمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِهِ

Barangsiapa mendatangi masjidku ini, ia tidak datang kecuali untuk kebaikan yang ingin dia pelajari atau dia ajarkan, maka kedudukannya seperti mujahid di jalan Allah. Dan barangsiapa datang untuk selain itu, maka ia laksana orang yang hanya memandang barang orang lain. (HR. Ibnu Majah no. 227, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Memandang barang orang lain maksudnya adalah ia seperti orang yang masuk ke pasar, tapi tidak menjual atau membeli, dan hanya memandang barang orang lain sehingga tidak mendapatkan apa-apa.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa Masjid Nabawi adalah suq al-ilmi (pasar ilmu), dan selayaknya bagi orang yang masuk ke dalamnya untuk berdagang ilmu, baik dengan menuntut ilmu atau mengajarkannya.

Jika Anda paham Bahasa Arab, Anda bisa belajar langsung kepada para Ulama di Masjid Nabawi. Jika tidak, Anda bisa membawa kitab untuk dibaca, berdiskusi atau membaca al-Qu'ran dan terjemahnya. Atau menghadiri pengajian berbahasa Indonesia di sana. Yang penting, setiap langkah Anda dari rumah atau penginapan menuju Masjid Nabawi tidak lepas dari niat mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, agar pahala jihad tidak luput dari Anda.

4. Ziarah Kubur Nabi صلى الله عليه وسلم

Orang yang tinggal di Madinah atau mengunjunginya disunnahkan untuk berziarah ke kubur Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم. Namun, mereka perlu memperhatikan pesan beliau صلى الله عليه وسلم berikut ini:

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

Jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan, jangan jadikan kubur saya sebagai led, dan bershalawatlah untuk saya, karena sholawat kalian sampai kepada saya darimanapun kalian bershalawat (HR. Abu Dawud no. 2042, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Menjadikan kuburan sebagai 'Ied adalah dengan mengunjunginya secara terus-menerus, misalnya setiap sore, setiap pekan, setiap bulan dan seterusnya. Atau menziarahinya seolah-olah kita mengadakan perayaan. Maksud utama ziarah kubur Nabi صلى الله عليه وسلم adalah untuk mengucapkan salam dan shaLawat. Ketika Beliau صلى الله عليه وسلم melarang umat Islam untuk terus berziarah, Beliau صلى الله عليه وسلم menunjukkan penggantinya, yaitu mengucapkan shalawat di manapun mereka berada, tanpa harus datang kekubur beliau.

Disyariatkan pula untuk mengunjungi kuburan Baqi' al-Gharqad yang berisi sekitar sepuluh ribu Sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم, juga kuburan para syuhada dalam Perang Uhud. [3]

5. Shalat di Masjid Quba’

Umrah adalah salah satu ibadah yang agung. Bagi penduduk Madinah, ibadah umrah cukup mudah dilakukan. Namun meski hanya berjarak 425 km dari Makkah ibadah ini cukup menyita waktu dan tenaga. Dengan kebijaksanaan dan kemurahan-Nya, Allah membuka untuk mereka pintu pahala umrah dengan amalan yang Lebih mudah. Hal tersebut tertuang dalam sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم berikut:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ

Barangsiapa bersuci di rumahnya, lalu mendatangi Masjid Quba' dan shalat di sana satu shalat, ia mendapatkan pahala seperti pahala umrah. (HR. Ibnu Majah no. 1.412, dihukumi shahih oleh al-Albani)

Bahkan Nabi صلى الله عليه وسلم menjalankan sunnah ini setiap pekan, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا

Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما beliau berkata, "Nabi صلى الله عليه وسلم mendatangi Masjid Quba' setiap hari Sabtu dengan berjalan kaki dan berkendara." (HR. al-Bukhari no. 1.193 dan Muslim no. 1399)

6. Sabar Akan Rasa Lapar dan Cuaca Ekstrim Madinah

Kota Madinah menawarkan cuaca yang ekstrim. Di musim panas cuacanya sangat panas, dan begitu sebaliknya di musim dingin. Di masa lalu juga menawarkan rasa lapar. Namun bagi yang mau bersabar, keutamaan yang besar telah menanti mereka. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأَوَاءِ الْمَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي، إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْ شَهِيدًا

Tidaklah seorang di antara umat saya bersabar akan rasa lapar dan kerasnya Madinah, melainkan saya akan menjadi pemberi syafaat atau saksi baginya pada Hari Kiamat" (HR. Muslim no. 1378)

Penutup

Meski memiliki segudang keistimewaan, tanah Madinah seperti tanah yang lain tidak bisa mensucikan penghuninya, sebagaimana dikatakan oleh Salman al-Farisi رضي الله عنه.

إِنَّ الْأَرْضَ لَا تُقَدِّسُ أَحَدًا، وَإِنَّـمَّا يُقَدِّسُ الْإِنْسَانُ عَمَلُهُ

Sungguh tanah tidak mensucikan orang, yang mensucikannya hanyalah amalannya (HR Malik di al-Muwaththa' no. 2842, al-Albani berdalil dengannya di beberapa karya beliau).

Karena itu, hendaknya para penduduk dan peziarah Madinah memperhatikan amalan-amalan yang disyariatkan, baik yang khusus kota Madinah maupun amalan Lain secara umum.[]



[1] Adapun shalat di Masjidil Haram lebih baik dari seratus ribu shalat di tempat lain. Itu artinya, satu shalat fardhu di sana lebih baik dari shalat fardhu seorang Muslim di masjid kampungnya selama lebih dari 55,5 tahun. Jika seorang yang beribadah umrah shalat lima waktu saja di sana, itu lebih baik dari shalat fardhu di masjid kampungnya selama lebih dari 275 tahun. Sungguh keistimewaan luar biasa. Hendaknya ini. memotivasi kita untuk berkunjung ke masjid-masjid istimewa ini dan selalu rindu kepadanya.

[2] Fathul Bari 4/100.

[3] Lihat Fadhlul Madinah karya Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, hal.37.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter