Candailah Anak Kalian

MUQODDIMAH

Kelembutan dan kasih sayang adalah salah satu kebutuhan mutlak yang harus diberikan setiap orang tua terhadap anak-anaknya. Alloh Ta'ala menciptakan dan menganugerahkan sifat terpuji ini kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Apabila seseorang memiliki sifat tersebut, dia akan mengasihi dan menyayangi selainnya, dan apabila dia menyayangi orang lain dia pasti akan disayangi Alloh Ta'ala yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. [1] Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah berkata sambil menangis ketika menyaksikan kematian salah satu putranya:

هَذِهِ رَحْـمَةٌ جَعَلَهَا اللهُ فِي قَلُوْبِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَإِنَّـمَا يَرْحَمُ اللهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَـمَاءَ

(Tangisan) ini merupakan kasih sayang yang dianugerahkan oleh Alloh ke dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh hanya merahmati hamba-hamba-Nya yang penyayang. (HR. Bukhari 1/223, Muslim kitab al-Jana'iz)

Dan suri teladan kita telah menunjukkan berbagai cara untuk mengungkapkan rasa kasih sayangnya kepada anak-anak baik dari kalangan kerabat atau anak-anak para sahabat yang lainnya. Ketika berpapasan dengan mereka, Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak segan mengucapkan salam kepada mereka (HR. Bukhari: bab at-Taslim 'alash shibyan 6247, Ahmad: 121, 174).

Dalam kesempatan yang lain, Ummul Mukminin Aisyah رضي الله عنها mengatakan bahwa pernah suatu hari seorang bayi dibawa kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, lalu beliau pangku anak tersebut, kemudian anak itu kencing mengenai baju Nabi صلى الله عليه وسلم namun beliau tidak marah dan murka, bahkan Nabi dengan lembut minta air kepada keluarganya untuk disiramkan pada baju yang terkena air kencing bayi tersebut (HR. Bukhari: kitab al-Wudhu 59, Muslim: kitab ath-Thaharah 101, 104).

Sesungguhnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memberikan petunjuk kepada kita semua di dalam mewujudkan perasaan kasih dan sayang kepada manusia, ditegah segala kesibukannya sebagai pembawa risalah, pemimpin umat, seorang suami, dan lainnya. Beliau tidak mengabaikan masalah-masalah yang ternyata pengaruhnya jauh lebih baik dari yang kita perkirakan, dan insya Alloh kita pun dapat melakukannya atau sebagian darinya. Di antaranya:

MENCIUM ANAK ADALAH SALAH SATU UNGKAPAN KASIH SAYANG ORANG TUA

Salah satu bentuk kasih sayang orangtua kepada anak-anaknya ialah dengan mencium mereka. Sebaliknya, merupakan tanda keras dan kakunya hati seseorang apabila dia tidak pernah mencium anak-anaknya. Dalam suatu hadits dijelaskan, termasuk hal yang biasa dikukan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم adalah mencium anak yang masih kecil:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ تُقَبِّلُونَ الصِّبْيَانَ؟ فَمَا نُقَبِّلُهُمْ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ؟

Dari Aisyah رضي الله عنها beliau berkata, "Telah datang seorang badui [2] kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau mencium anak-anak kecil? Akan tetapi kami tidak pernah mencium mereka.' Rasulullah menjawab 'apakah aku punya kekuasaan untukmu apabila Alloh mencabut kasih sayang dari hatimu?'" (HR. Bukhari 5998, Muslim 2317)

Dalam hadits yang shahih juga dikisahkan bahwa al-Aqra' bin Habis berkata di hadapan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:

إِنَّ لِي عَشَرَةً مِنْ الْوَلَدِ مَا قَبَّلْتُ مِنْهُمْ أَحَدًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ

"Aku mempunyai sepuluh anak dan aku tidak pernah mencium satu-pun dari mereka." Kemudian Nabi صلى الله عليه وسلم melihat al-Aqra dan bersabda, "Barangsiapa tidak kasih sayang (kepada yang lain) maka dia tidak disayang." (HR. Muslim 2318)

Inilah petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم dan para sahabat seperti Abu Bakr رضي الله عنه, [3] dan semisalnya. Oleh karena itu, tidak ada anggapan tabu bagi kita melakukan apa yang telah dilakukan oleh suri teladan kita, dan generasi pendahulu kita yang telah meninggalkan untuk kita semua apa yang bermanfaat bagi umatnya walaupun menurut kita hal itu sepele. Bahkan Imam Ibnul Qayyim رحمه الله menulis satu bab dalam hal ini di dalam kitabnya, Tuhfatul Maudud, dengan mengambil istinbath dari hadits-hadits yang semakna dengan di atas. Beliau mengatakan, "Bab disunnahkan mencium anak-anak." [4]

MEMAKLUMI TERBATASNYA KEMAMPUAN ANAK-ANAK, LEBIH-LEBIH ANAK PEREMPUAN

Di antara hikmah Alloh Ta'ala ialah menciptakan manusia dengan segala kemampuan terbatas dan bertahap, sehingga dapat dimaklumi apabila kita menjumpai kebanyakan anak-anak gemar bermain dan melakukan hal yang bersifat sia-sia. Memang inilah masa untuk persiapan mereka menginjak usia yang lebih dewasa. Sehingga para orang tua tidak perlu memaksa mereka dengan usia yang sangat dini membawa mereka kepada masa yang belum waktunya bagi mereka. Misalnya, anak harus terus belajar dan tidak diberi kesempatan bermain sama sekali, atau anak harus selalu serius dan tidak boleh bercanda dengan usianya yang sangat dini, padahal hal ini sangat mereka butuhkan. Benarlah Ummul Mukminin Aisyah رضي الله عنها tatkala beliau mengatakan:

فَاقْدُرُوْا قَدْرَ الْـجَارِيَةِ الْـحَدِيْثِةِ السِّنِّ الْـحَرِيْصَةِ عَلَى اللَّهْوِ

Maklumilah keterbatasan anak kecil perempuan (seperti diri-nya) yang masih suka sesuatu yang sifatnya sia-sia, (HR. Bukhari 5190, Muslim 892)

Beliau mengucapkan perkataan ini ketika masih belia dan masih suka melihat orang-orang Habasyah bermain dan menari [perang]. Dan suatu ketika beliau menonton mereka sedang bermain didampingi oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم sampai merasa puas, dan Nabi pun tidak melarangnya, mengingat beliau tergolong masih kecil dan menyukai hal-hal seperti ini.

Akan tetapi, kita pun tidak boleh terlalu menuruti semua keinginan anak sehingga anak menjadi manja. Sekali-sekali bolehlah kita tidak mewujudkannya apabila keinginan tersebut membahayakan untuk dilakukan, sekaligus ini merupakan salah satu bukti kasih sayang orang tua terhadap anaknya.

IKUT SERTA BERSENDA GURAU DENGAN ANAK-ANAKNYA YANG MASIH KECIL

Sebagian orang berlebihan memberikan kesempatan anak-anak mereka bersenda gurau, sehingga hampir seluruh waktunya terbuang sia-sia demi bergurau dengan anak-anak mereka. Sebagian lainnya sibuk dengan kegiatannya dan sangat merasa rugi kalau waktunya digunakan untuk bermain dengan anak-anaknya, maka terbentuklah pribadi anak-anak sebagaimana akhlak dan perangai orang tua mereka. Tidak mengherankan apabila ada anak yang berkarakter kocak, tidak pernah serius, dan selalu meremehkan sesuatu walaupun itu penting. Atau sebaliknya, ada anak yang selalu serius, tidak pernah tersenyum, mudah tersinggung, dan sebagainya.

Tidak selamanya senda gurau itu tercela. Suatu, ketika manusia membutuhkannya. Akan tetapi kebutuhan ini sebatas kebutuhan garam untuk setiap masakan, yang apabila kebanyakan garam berakibat masakan menjadi jelek, begitu pula apabila kurang garam menyebabkan masakan akan hambar, sebagaimana diungkapkan oleh Abul Fath al-Basti:

وَلَـــــــــــكِنْ إِذَا أَعْطَـــــــــيْــــــــــــــتَهُ الْـمِزَاحَ فَلْيَكُنْ....

بِــــــــمِقْدَارِ مَا تُعْطِيْ الـــــــــــطَّعَامَ مِنَ الْــــــــــــــــــــمِلْــــــحِ

Akan tetapi apabila engkau ingin bersendau gurau, hendaklah...

hanya sebatas garam yang kau berikan pada makanan.

Perlu kita ingat bersama, canda dan senda gurau Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang patut kita tiru mempunyai beberapa keistimewaan. Di antaranya, Rasulullah bercanda tetapi tidak dengan kedustaan, canda Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak sampai mengurangi martabat dan wibawa beliau, dan canda beliau tergolong sedikit hanya sebatas kebutuhan saja.

Itulah beberapa kriteria senda gurau yang dapat menimbulkan rasa kasih dan sayang, mengusir perasaan-perasaan yang kurang berkenan, membuat orang betah bergaul dengan sesamanya, dan lain-lain. Apabila senda gurau itu dibutuhkan oleh orang dewasa, maka anak-anak yang masih kecil akan lebih membutuhkan senda gurau tersebut. Untuk itulah suri teladan kita, Rasulullah صلى الله عليه وسلم kadang bersenda gurau dengan anak-anak kecil dengan berbagai cara yang berbeda menurut keadaan dan kebutuhan masing-masing. Di antaranya:

a. Kadang-kadang dengan menyebut gelaran atau sebutan yang menarik bagi anak kecil

Ada seorang sahabat Nabi صلى الله عليه وسلم yang bernama Abu Thalhah رضي الله عنه. Dia mempunyai putra yang masih kecil. Suatu ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم menemuinya dalam keadaan sedih, lalu Rasulullah bertanya pada orang tuanya kenapa anak ini sedih. Mereka mengatakan, seekor burung sejenis burung pipit yang biasa jadi mainannya telah mati. Lantas Nabi صلى الله عليه وسلم menegur dengan gelaran untuk menghibur kesedihan anak ini dengan mengatakan:

يَا أَبَا عُمَيْرٍ مَا فَعَلَ النُّغَيْرُ؟

Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan an-nughair? (HR. Bukhari 6129, Muslim 2150)

An-nughair adalah pengecilan nama dari burung sejenis burung pipit tersebut. Rasulullah صلى الله عليه وسلم menggelari anak ini dengan Abu Umair (bapaknya Umair) padahal anak ini masih sangat kecil, dan ini dimaksudkan untuk menghibur dan bergurau dengan anak yang sedang sedih ini.

Pada kesempatan yang lain Rasulullah صلى الله عليه وسلم memanggil Anas bin Malik رضي الله عنه dengan bercanda:

يَا ذَا الْلأُ ذُنَيْنِ!

Wahai sang pemilik dua telinga! (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Mukhtashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah no. 200)

b. Kadang-kadang dengan menggendong dan meletakkannya di atas pundaknya

Seorang sahabat yang bernama al-Barra' bin Azib رضي الله عنه mengatakan, "Aku pernah melihat Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sedangkan al-Hasan bin Ali berada di atas pundak beliau seraya beliau mengatakan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ فَأَحِبَّهُ!

Wahai Alloh, sungguh aku mencintainya (al-Hasan yang sedang berada di atas pundak Nabi), maka cintailah dia. (HR. Bukhari 3749, Muslim 2422)

Pada kesempatan lain, pernah Rasulullah صلى الله عليه وسلم menggendong cucu perempuannya yang bernama Umamah ketika sedang dalam shalatnya, apabila beliau hendak sujud beliau letakkan cucunya, dan apabila berdiri beliau gendong. (HR. Bukhari 516, Muslim 2/181).

c. Kadang-kadang dengan mendekap anak kecil dari belakang kemudian anak itu disuruh menebaknya

Ada seorang sahabat yang masih kecil dari kalangan penduduk gurun, bernama Zahir. Anak ini bermuka buruk tetapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم suka dengannya. Suatu ketika Nabi صلى الله عليه وسلم melihatnya menjual sesuatu dipasar. Lalu Nabi segera mendekapnya dari belakang sedangkan anak ini tidak bisa melihat siapa yang mendekapnya. Lantas ketika tahu bahwa yang mendekapnya adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka anak ini senantiasa menempelkan punggungnya ke dada Rasulullah karena dia cinta kepada beliau. (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban, dishahihkan oleh al-Albani dalam Mukh tashar asy-Syama'il al-Muhammadiyah no. 205)

d. Kadang-kadang dengan menyemburkan air ke wajah anak kecil atau sekedar menjulurkan lidahnya supaya anak itu senang

Ada lagi sahabat lain yang masih tergolong sangat kecil yang 'mendapatkan' senda gurau Rasulullah صلى الله عليه وسلم, yakni Mahmud bin ar-Rabi' رضي الله عنه, dia mengatakan:

عَقَلْتُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَـجـَّةً مَـجَّهَا فِي وَجْهِي وَأَنَا ابْنُ خَمْسِ سِنِينَ مِنْ دَلْوٍ

Aku masih ingat dengan semburan air dari satu ember yang dulu pernah Rasulullah صلى الله عليه وسلم semburkan dari mulutnya pada wajahku. Saat itu aku masih berumur kira-kira lima tahun. (HR. Bukhari 77)

Pada kesempatan lain, sahabat Abu Hurairah رضي الله عنه pernah menceritakan:

كَانَ رَسُوْلُ اﷲِ صَلَّى اﷲِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْدْلِعُ لِسَانَهُ لَلْحَسَنِ بْنِ عَلِىٍّ ، فَيَرَى الصَّبِىُّ حُمْرَتَ لِسَانِهِ ، فَيَبْهَشُ اِلَيْهِ

"Pernah dulu Rasulullah menjulurkan lidahnya kepada al-Hasan bin ali. Tatkala melihat lidah Rasulullah yang merah, al-Hasan merasa riang gembira dengannya." (Lihat Silsilah ash-Shahihah no. 70)

Demikianlah, beberapa akhlaq Nabi kita صلى الله عليه وسلم yang mulia terhadap anak-anak. Mudah-mudahan bisa menjadi siraman hati dan melunakkan hati yang keras sehingga menjadi lembut sesuai dengan kebutuhan anak-anak yang memang membutuhkan kasih sayang dan kelembutan dari orang tuanya. Juga, mudah-mudahan hati kita tidak menjadi kering atau bahkan mati -na' udzu billahi min dzalik- dari perasaan tersebut.

Wahai para orang tua, bersegeralah mengoreksi diri! Kasih sayang dan kelembutan ataukah kekerasan dan pukulan yang telah kita berikan kepada buah kita? Wallohu A'lam.[]



[1] Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari (I/223), Muslim dalam. kitab al-Jana'iz (11).

[2] Orang badui adalah orang yang tinggal di gurun dan pedalaman, jauh dari kota. (Lihat Mukhtar ash-Shihah hal. 18 dan 177).

[3] Sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari (3917, 3918) dari Barra' bin Azib.

[4] Lihat Tuhfatul Maudud bab ke-14.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter