Bersama Nabi di Bulan Suci

Muqoddimah

Sungguh Allah عزّوجلّ telah memerintah kita mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan mewajibkan semua umatnya untuk menaatinya. Allah عزّوجلّ berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungghnya Allah amat keras hukumannya. (QS. al-Hasyr [59]: 7)

Dan tidak kita ragukan lagi bahwa petunjuk yang beliau bawa adalah sebaik-baiknya petunjuk. Nah, di antara petunjuk dan bimbingan Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah perkara yang berkaitan dengan puasa Ramadhan. Bagaimana petunjuk beliau pada bulan mulia ini? Marilah sejenak kita pusatkan perhatian terhadap potret keadaan Nabi صلى الله عليه وسلم selama bulan Ramadhan. [1] Allahul muwaffiq (Dzat Pemberi Taufiq).

MENYAMBUT BULAN RAMADHAN

Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah orang yang zuhudnya paling sempurna. Beliau sangat bersemangat untuk meraih keutamaan dari Allah dan negeri akhirat. Oleh karena itu, beliau sangat senang dan gembira dengan datangnya bulan-bulan yang penuh dengan pahala dan ketaatan, di antaranya adalah bulan Ramadhan. Apa dan bagaimana keadaan Nabi صلى الله عليه وسلم dalam menyambut bulan yang mulia ini?

1. Memperbanyak puasa di bulan Sya'ban

Hal ini sebagai persiapan bagi jiwa agar tidak kaget dengan puasa di bulan Ramadhan. Aisyah رضي الله عنها menuturkan:

مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

"Saya tidak pernah mengetahui Rasulullah صلى الله عليه وسلم puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui dia lebih banyak berpuasa daripada di bulan Sya'ban." (HR. Bukhari: 1967, Muslim: 782)

Para ulama mengatakan, "Puasa Sya'ban ibaratnya seperti sunnah-sunnah rawatib bagi shalat fardhu. la adalah pembukaan untuk puasa Ramadhan, yaitu bagaikan puasa rawatib bagi puasa Ramadhan. Oleh karena itu, disunnahkan puasa pada bulan Sya'ban dan disunnahkan juga untuk puasa enam hari pada bulan Syawal. Keduanya itu ibaratnya rawatib sebelum shalat wajib dan setelahnya." (Majmu' Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 20/22-23)

Inilah keadaan Nabi kita صلى الله عليه وسلم. Beliau memperbanyak puasa di bulan Sya'ban, bukan di bulan Rajab sebagaimana yang banyak dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin!! Mereka meninggalkan petunjuk yang shahih dengan banyak berpuasa di bulan Sya'ban dan malah beralih untuk puasa di bulan Rajab yang dasarnya adalah hadits-hadits lemah dan palsu!! (Majmu' Fatawa 25/290)

2. Memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya

Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم memberi kabar gembira kepada para sahabatnya dengan tibanya bulan Ramadhan. Dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwasanva Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

"Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan puasa atas kalian di dalamnya. Pada bulan ini pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. Di dalam bulan ini ada sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tercegah dari kebaikannya, maka sungguh dia tercegah dari mendapatkannya." [2]

Al-Hafizh Ibnu Rajab رحمه الله berkata, "Sebagian ulama mengatakan, hadits ini adalah dalil bolehnya mengucapkan selamat antara sebagian manusia kepada yang lain berhubungan dengan datangnya bulan Ramadhan. [3] Bagaimana mungkin seorang mukmin tidak bergembira dengan dibukanya pintu surga?! Bagaimana tidak bergembira orang yang berbuat dosa dengan ditutupnya pintu neraka?! Bagaimana mungkin orang yang berakal tidak bergembira dengan suatu waktu yang saat itu setan dibelenggu. Waktu mana yang bisa menyerupai waktu semacam ini?" (Lathaiful Ma'arif hlm. 279)

3. Tidak puasa Ramadhan kecuali dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya'ban

Ketahuilah wahai saudaraku, awal bulan Ramadhan ditentukan dengan dua cara: [4]

Pertama: Terlihatnya hilal [5] bulan Ramadhan sekalipun yang melihatnya hanya satu orang yang adil. [6] Berdasarkan haditsnya Ibnu Umar رضي الله عنهما beliau berkata:

تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

"Orang-orang sedang mengamati hilal. Aku kabari Rasulullah صلى الله عليه وسلم bahwa aku melihatnya. Beliau kemudian berpuasa dan menyuruh orang-orang agar ikut berpuasa bersama beliau." [7]

Kedua: Jika hilal tidak terlihat karena suatu sebab —seperti mendung —maka bulan Sya'ban digenapkan 30 hari. Berdasarkan hadits Abu Hurairah رضي الله عنه, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ

"Berpuasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah (berhari raya) karena melihat hilal. Jika awal bulan samar bagi kalian, maka genapkanlah bulan Sya'ban hingga tiga puluh hari." (HR. Bukhari: 1909, Muslim: 1081)

Imam Tirmidzi رحمه الله mengatakan, "Para ahli ilmu telah menegaskan untuk beramal dengan kandungan hadits ini. Mereka mengatakan, persaksian satu orang bisa diterima untuk penentuan awal puasa. Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad, dan orang-orang Kufah. Dan tidak ada perselisihan antara ahli ilmu bahwa jika untuk berbuka (berhari raya) tidak diterima kecuali persaksian dari dua orang." (Sunan at-Tirmidzi hadits no. 691)

Dari penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa metode dalam penentuan awal puasa Ramadhan adalah dengan terlihatnya hilal. [8] Jika hilal tidak terlihat, maka dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.

Inilah cara mudah dalam penentuan awal Ramadhan yang selayaknya diamalkan oleh seluruh kaum muslimin. Inilah petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم dalam menetapkan awal bulan Ramadhan. Barangsiapa menyangka bahwa dia mengetahui masuknya awal bulan Ramadhan dengan cara selain yang telah ditetapkan oleh agama, sungguh dia telah bermaksiat kepada Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya. Seperti orang yang mengatakan wajibnya menggunakan metode hisab [9] dalam penentuan awal Ramadhan, atau wajib berpegang dengan kalender. Perkara semacam ini tidak bisa diketahui oleh setiap orang, apalagi metode hisab mengandung kemungkinan salah. [10] Cara dan metode semacam ini memberatkan umat padahal Allah عزّوجلّ mengatakan:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. al-Hajj [22]: 78)

Maka, yang wajib bagi seluruh kaum muslimin adalah mencukupkan diri dengan apa yang telah disyari'atkan oleh Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya. [11] Marilah kita tinggalkan segala fanatik golongan karena semua itu hanya akan menjauhkan kita dari menerima kebenaran. Marilah kita munculkan dalam hati kita semua rasa ingin mencari kebenaran.

KEADAAN NABI صلى الله عليه وسلم BERSAMA RABBNYA

Ketika bulan Ramadhan telah tiba, beliau menjalani hari-hari Ramadhan dengan penuh kekhusyukan dan semangat dalam mengisinya dengan berbagai ketaatan. Apa saja amalan yang beliau kerjakan pada bulan ini?

1. Puasa Ramadhan

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim yang baligh, berakal, dan tidak memiliki udzur. Tidak terkecuali Nabi kita صلى الله عليه وسلم yang mulia. Allah عزّوجلّ berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS. al-Baqarah [2]: 183)

Bahkan tatkala Rasulullah صلى الله عليه وسلم wafat, beliau sudah menjalani sembilan kali puasa Ramadhan. (Zadul Ma'ad 2/29)

Hal ini sebagai bantahan kepada orang-orang sufi yang mengatakan bahwa seseorang yang telah mencapai derajat makrifat tidak wajib lagi shalat, puasa, dan lain-lain!! Juga sebagai bahan pelajaran bagi orang yang sering berbuka puasa di siang hari Ramadhan tanpa alasan, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

"Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datang kepadaku dua orang yang kemudian memegang bagian bawah ketiakku dan membawaku ke sebuah gunung yang terjal. Keduanya berkata, 'Naiklah.' Aku menjawab, 'Aku tidak mampu.' Keduanya berkata, 'Baiklah, akan kami bantu engkau.' Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada pertengahan gunung, aku mendengar suara yang sangat mengerikan, aku bertanya, 'Suara apa ini?' Keduanya berkata, 'Itu teriakan penduduk neraka.' Kemudian aku dibawa lagi, dan aku melihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka digantung, tulang rahang mereka dipecah, darah mengalir dari tulang rahang mereka. [12] Aku bertanya, 'Siapakah mereka itu?'' Keduanya menjawab, 'Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum waktunya.' [13]

Imam Dzahabi رحمه الله berkata, "Dosa besar yang kesepuluh adalah berbuka puasa pada bulan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan." [14]

Tidakkah kita mencontoh Nabi kita yang mulia صلى الله عليه وسلم yang selalu berpuasa Ramadhan dan tidak pernah meninggalkannya! Ataukah jiwa kita sudah dipenuhi hawa nafsu sehingga dengan mudah menerjang perintah Allah عزّوجلّ dan Rasul-Nya?! Renungkanlah, wahai saudaraku!!

2. Shalat Malam

Shalat Malam adalah ciri khas orang-orang shalih. Shalat Malam tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi kita yang mulia kecuali karena udzur. Terlebih lagi pada bulan Ramadhan. Mengerjakan shalat Tarawih pada bulan Ramadhan pahalanya sangat besar. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang mengerjakan shalat Malam di bulan Ramadhan karena keimanan dan mengharap pahala Allah, maka dosanya yang telah lain akan diampuni." (HR. Bukhari 4/250, Muslim: 759)

Semangat beliau صلى الله عليه وسلم dalam shalat Tarawih sebagaimana penuturan Aisyah رضي الله عنها. ketika beliau ditanya, bagaimana shalatnya Rasulullah صلى الله عليه وسلم di bulan Ramadhan. Aisyah رضي الله عنها menjawab, "Beliau صلى الله عليه وسلم mengerjakan shalat malamnya tidak melebihi sebelas raka'at baik di bulan Ramadhan atau selainnya. Beliau shalat empat raka'at, maka jangan engkau tanyakan bagusnya dan lamanya berdiri. Kemudian beliau shalat empat raka'at lagi, maka jangan engkau tanyakan bagusnya dan lamanya berdiri, kemudian beliau shalat tiga raka'at." Kemudian Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir?" Beliau menjawab, "Wahai Aisyah, kedua mataku tidur, tetapi hatiku tidak tidur." (HR. Bukhari: 2013)

3. I'tikaf

Rasulullah mengerjakan i'tikaf pada bulan yang mulia ini untuk mendekatkan diri kepada Allah عزّوجلّ dan memalingkan hati dari kesibukan dunia.

Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, "Allah mensyari'atkan i'tikaf, maksud dan intinya adalah agar hati lebih tenang dan menghadap kepada Allah, memusatkan hati, mendekatkan diri kepada-Nya, dan menghilangkan kesibukan yang berhubungan dengan manusia, hanya sibuk kepada Allah saja." (Zadul Ma'ad 2/82)

Semangat beliau dalam mengerjakan i'tikaf tercermin dalam hadits Aisyah رضي الله عنها ketika berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ

"Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengerjakan i'tikaf pada setiap Ramadhan." (HR. Bukhari: 2041)

Bahkan termasuk potret beliau yang paling menonjol di sepuluh terakhir bulan Ramadhan adalah kesungguhan beliau dalam menghidupkan malam-malam terakhir Ramadhan. Aisyah رضي الله عنها berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ

"Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir, tidak seperti pada selainnya." (HR. Muslim: 1175)

Aisyah رضي الله عنها juga menuturkan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ أَحْيَا اللَّيْلَ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ وَجَدَّ وَشَدَّ الْمِئْزَرَ

"Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم bila memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan maka beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, bersungguh-sungguh dan menguatkan ikatan sarungnya." (HR. Muslim: 1174)

4. Mencari Lailatul Qadar

Malam Lailatul Qadar adalah malam yang dinanti kehadirannya oleh setiap hamba di bulan mulia ini. Allah عزّوجلّ menyembunyikan waktu kehadiran malam ini sebagai ujian bagi setiap hamba agar diketahui mana yang bersungguh-sungguh dan mana yang bermalas-malasan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar asy-Syafi’i رحمه الله berkata, "Saya menguatkan bahwa Lailatul Qadar itu pada sepuluh hari terakhir dan berganti-ganti. Para ulama mengatakan, hikmah tersembunyinya kepastian waktu Lailatul Qadar itu agar manusia bersungguh-sungguh untuk mencarinya. Seandainya kepastian malamnya diberitahukan, maka manusia hanya akan bersungguh-sungguh di malam itu saja (sedangkan malam lainnya tidak)." (Fathul Bari 4/266)

Perhatian Nabi صلى الله عليه وسلم terhadap malam mulia ini diwujudkan dengan anjuran beliau agar mengidupkan malam Lailatul Qadar dan mengisinya dengan shalat dan lain-lain. Beliau صلى الله عليه وسلم bersabda:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ القَدْرِ فيِ العَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan." (HR. Bukhari: 2020)

Beliau juga bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيـمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barangsiapa yang shalat pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan harapan pahala, niscaya akan diampuui dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari: 2014, Muslim: 760)

KETIKA BERSAMA PARA ISTRINYA

Barangsiapa yang memperhatikan keadaan Nabi kita صلى الله عليه وسلم di bulan mulia ini, niscaya dia akan mendapati bahwa beliau adalah sebaik-baiknya suami bagi para istrinya. Bagaimana keadaan beliau bersama para istrinya di bulan Ramadhan?

1. Mengajari para istri

Kesibukan beliau sebagai seorang pemimpin umat tidak menghalangi langkah beliau dalam mengajari para istrinya. Di antara bukti yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah رضي الله عنها ketika bertanya:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَدْعُو قَالَ تَقُولِينَ اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

"Wahai Rasulullah, bila aku mendapati Lailatul Qadar, apakah yang saya ucapkan?" Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Ucapkanlah: 'Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampun, maka ampunilah aku.” [15]

Demikian juga hadits Aisyah رضي الله عنها ketika ditanya oleh seorang wanita, "Mengapa wanita haid diperintah untuk mengqadha puasa dan tidak mengqadha shalat?" Aisyah رضي الله عنها menjawab, "Kami mengalami haid pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka kami diperintah untuk mengqadha puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha shalat." (HR. Bukhari: 321, Muslim: 335)

2. Mengerjakan sebagian ibadah bersama keluarga

Nabi صلى الله عليه وسلم adalah suri teladan terbaik bagi umat-nya. Beliau tidak hanya sibuk mengatur urusan umat saja, namun masih sempat mengajak keluarga untuk mengerjakan sebagian ibadah. Abu Dzar رضي الله عنه, menuturkan, "Nabi صلى الله عليه وسلم tidak pernah shalat bersama kami, hingga ketika bulan tinggal tiga hari, beliau shalat bersama kami pada malam ketiganya, beliau mengajak keluarga dan istri-istrinya. Beliau menjadi imam bagi kami, hingga kami khawatir hampir masuk waktu subuh." (HR. Tirmidzi: 806 dll. Lihat takhrij lengkapnya dalam Shalat Taraawih hlm. 15, al-Albani)

3. Tetap mesra bersama para istrinya

Walaupun pada siang hari kita dilarang berhubungan badan, namun kemesraan, kedekatan, dan tali kasih sayang kepada istri tetap harus dijaga. Nabi kita صلى الله عليه وسلم pada bulan Ramadhan tidak bersikap dingin dan seolah-olah tidak perhatian terhadap istrinya. Namun, beliau tetap menjaga hal itu semua, di antaranya beliau tetap mencium dan menunjukkan perhatian kepada istrinya. Hal yang sederhana ini, walaupun kelihatannya ringan, punya pengaruh kuat dalam jiwa istri. Aisyah رضي الله عنها menuturkan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ فِي رَمَضَانَ وَهُوَ صَائِمٌ

"Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم mencium para istrinya dan beliau sedang puasa Ramadhan." (HR. Muslim: 1106)

PERHATIAN BELIAU TERHADAP UMAT

1. Mengajarkan perkara tentang puasa

Mengajari, membimbing, dan mengarahkan adalah tugas para nabi dan rasul kepada umat-nya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا

"Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk bersikap keras dan tidak pula untuk meucari kesalahan orang, tetapi Allah mengutusku sebagai guru dan pemberi kemudahan." (HR. Muslim: 1478)

Dalam bulan Ramadhan, beliau selalu mengarahkan umatnya dalam permasalahan yang mereka butuhkan seputar puasa dan Ramadhan. Di antara contohnya adalah: Hadits Samurah bin Jundub رضي الله عنه bahwasanva Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

لَا يَغُرَّنَّ أَحَدَكُمْ نِدَاءُ بِلَالٍ مِنْ السَّحُورِ وَلَا هَذَا الْبَيَاضُ حَتَّى يَسْتَطِيرَ

"Jangan kalian tertipu dengan adzannya Bilal pada waktu sahur. Dan jangan pula tertipu dengan bayangan putih ini sampai benar telah membentang." (HR. Muslim: 1094)

2. Membantu fakir dan miskin

Bulan Ramadhan adalah bulan kasih sayang dan kedermawanan. Marilah kita mencontoh pribadi Nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم dalam hal ini. Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَجْوَدَ النَّاسِ, وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُوْنُ فِى رَمَضَانَ

"Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم manusia yang paling dermawan. Beliau sangat dermawan jika bulan Ramadhan. " (HR. Bukhari: 6, Muslim: 2308)

Demikianlah kehidupan Rasulullah صلى الله عليه وسلم di bulan suci. Kita memohon kepada Allah عزّوجلّ taufiq agar kita bisa meneladani beliau di bulan suci nanti. Allahu a'lam.[]



[1] Penulis banyak mengambil manfaat dari risalah Hakadza Kana an-Nabiy fi Ramadhan, Faishal bin Ali al-Ba'dani.

[2] HR. Ahmad 12/59, Nasai 4/129. Syaikh Albani berkata, "Hadits shahih lighairih." Lihat Shahih at-Targhib 1/490, Tamamul Minnah hlm. 395 keduanya oleh al-Albani

[3] Lihat secara luas masalah ini dalam risalah Hukmu at-Tahniah bi Dukhuli Syahri Ramadhan, Yusuf bin Abdul Aziz ath-Tharifi, karena beliau telah mengumpulkan dalil-dalil dan keterangan para ulama yang membolehkan hal ini.

[4] Al-Wajiz fi Fiqhi as-Sunnah wal Kitab al-Aziz hlm. 196-197, Dr. Abdul Azhim Badawi

[5] Hilal itu muncul pada malam pertama, kedua, dan ketiga di awal bulan, kemudian setelahnya menjadi bulan. (ash-Shihah 5/1851, al-Jauhari)

[6] As-Sailul jarar 2/114, asy-Syaukani; Akhsharu al-Mukhtasharat hlm. 161, Muhammad bin Badruddin bin Balban.

[7] HR. Abu Dawud no. 2342, Ibnu Hibban: 3447, Hakim 1/423,Nashbur Rayah 2/443. Hadits ini shahih; lihat al-lrwa': 908 oleh al-Albani

[8] As-Sunan wal Mubtada'at fil I'badat hlm. 196, Amr Abdul Mun'im Salim

[9] Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menukil kesepakatan para sahabat bahwa metode hisab tidak bisa jadi sandaran dalam penentuan awal bulan dan keluarnya. Majmu' Fatawa (25/207). Lihat pula Fathul Bari (4/127), Fatawa Lajnah Daimah (6/114), Majmu' Fatawa Syaikh Bin Baz (15/68).

[10] Lihat pembahasan menarik tentang batilnya metode hisab secara luas dalam Ahkam al-Ahitlah hlm. 127-147 oleh Ahmad bin Abdullah al-Furaih.

[11] Ittihaf Ahli Iman bi Durus Syahri Ramadhan hlm. 9-10, Dr. Shalih Fauzan

[12] Yaitu kaki mereka digantung di atas dan kepala di bawah, seperti ketika tukang jagal menggantung sembelihannya.

[13] HR. Nasai dalam al-Kubra 2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih at-Targhib 1/492.

[14] Al-Kabair hlm. 157—tahqiq Masyhur Hasan Salman

[15] HR. Tirmidzi: 3513, Ibnu Majah: 3850; dishahihkan oleh al-Albani dalam al-Misykah no. 2091

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter