Adab-adab Puasa

Syaikh Muhammad bin Shalih

Al-Utsaimin رحمه الله

ADAB-ADAB WAJIB DALAM PUASA

Penerjemah: Ummu Abdillah Zubaidah Al-Atsariyah

Segala puji bagi Allah عزّوجلّ yang memberi petunjuk makhluk-Nya kepada kesempurnaan adab, membukakan pintu rahmat dan kemurahan-Nya dari segala penjuru, menerangi akal kaum muslimin untuk menemukan kebenaran dan mencari ganjaran, membutakan akal orang-orang yang berpaling dari ketaatan, sehingga terbentanglah hijab antara dia dan cahaya Allah. Sebagian mendapat hidayah dengan keutamaan dan rahmat-Nya sedangkan sebagian yang lain tersesat dengan keadilan dan kebijakan-Nya. Sesungguhnya dalam yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kerajaan, dia Maha Perkasa lagi Maha Pemurah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, yang diutus dengan membawa ibadah yang mulia dan kesempurnaan adab. Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam-Nya kepada beliau, kepada segenap kerabat dan sahabat, dan kepada orang-orang yang mengikuti beliau dengan benar sampai kelak hari kiamat.

Saudara-saudaraku …

Ketahuilah, puasa memiliki adab-adab yang banyak, sehingga puasa tidak akan sempurna melainkan dengan menjalankan adab-adabnya. Adab puasa dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1. Pertama adab yang wajib, yaitu yang wajib bagi seseorang yang berpuasa untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.

2. Kedua adab yang sunnah, yaitu yang dianjurkan untuk menunaikan dan menjaga adab-adab puasanya.

Diantara menjaga adab-adab (puasa) yang wajib adalah seseorang yang berpuasa harus menunaikan ibadah-ibadah yang telah diwajibkan oleh Allah baik ibadah qouliyah (berupa ucapan) ataupun ibadah fi’liyah (perbuatan). Ibadah yang paling utama adalah shalat fardhu yang merupakan rukun islam paling utama setelah dua kalimat syahadat. Sehingga wajib baginya untuk menunaikan shalat berserta rukun-rukunnya, wajibnya dan syarat-syaratnya, menunaikan shalat tepat pada waktunya bersama jama’ah di masjid. Hal-hal tersebut termasuk dari wujud ketaqwaan seorang hamba yang merupakan tujuan disyari’atkan dan diwajibkannya puasa pada umat ini, adapun melalaikan shalat akan menghilangkan ketaqwaan dan pelakunya diancam Allah dengan siksaan.

Allah ta’ala berfirman:

فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيّاً. إِلَّا مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحاً فَأُوْلَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ شَيْئاً

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun (QS. Maryam: 59-60)

Diantara orang-orang yang berpuasa ada yang masih melalaikan kewajiban shalat jama’ah sementara Allah telah mewajibkan perkara tersebut dalam kitab-Nya sebagaimana firman Allah عزّوجلّ:

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمْ فَأَقَمْتَ لَهُمُ الصَّلاَةَ فَلْتَقُمْ طَآئِفَةٌ مِّنْهُم مَّعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ أَسْلِحَتَهُمْ فَإِذَا سَجَدُواْ فَلْيَكُونُواْ مِن وَرَآئِكُمْ وَلْتَأْتِ طَآئِفَةٌ أُخْرَى لَمْ يُصَلُّواْ فَلْيُصَلُّواْ مَعَكَ وَلْيَأْخُذُواْ حِذْرَهُمْ وَأَسْلِحَتَهُمْ

dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata…. (QS. An Nisa’:102)

Allah memerintahkan kaum muslimin untuk melaksanakan shalat berjama’ah meskipun berada dalam suasana perang dan ketakutan, maka dalam kondisi aman dan tenang perintah shalat berjama’ah lebih ditekankan lagi.

Dari Abu Hurairah رضي الله عنه diceritakan bahwa seorang lelaki buta berkata kepada Rasulullah صلي الله عليه وسلم:

يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ فَرَخَّصَ لَهُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَأَجِبْ

“Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid, apakah aku punya keringanan untuk shalat di rumahku?”. Mulanya beliau memberi izin. Tapi setelah orang itu beranjak, beliau memanggilnya dan bertanya, “Apakah engkau mendengar seruan untuk shalat?”, ia menjawab, “Ya”, Beliau berkata lagi “Kalau begitu penuhilah”. (HR. Muslim)

Rasulullah tidak memberi keringanan kepada lelaki tersebut untuk meninggalkan shalat berjama’ah padahal ia buta dan tak ada yang menuntunnya. Seseorang yang meninggalkan shalat jama’ah karena melalaikan kewajiban ini akan kehilangan kebaikan yang banyak berupa dilipat gandakannya kebaikan (pahala), karena pahala shalat jama’ah dilipat gandakan sebagaimana dalam shahih Bukhari Muslim, dari hadits ibnu Umar رضي الله عنهما bahwa Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم bersabda:

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

“Shalat berjama’ah 27 derajat lebih utama daripada shalat sendiri”

Dan dia akan kehilangan kemaslahatan-kemaslahatan untuk masyarakat yang semestinya diperoleh kaum muslimin jika mereka berjama’ah di masjid berupa tumbuhnya rasa saling mencintai dan terkaitnya hati, mengajari orang-orang yang belum tahu, menolong orang-orang yang membutuhkan, serta kebaikan-kebaikan yang lainnya.

Seorang yang meninggalkan shalat berjamaah berarti telah menghantarkan dirinya kepada hukuman Allah dan menyamakan dirinya dengan orang-orang munafiq. Sebagaimana dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim:

أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

Shalat yang paling berat bagi oleh orang-orang munafiq adalah shalat Isya’ dan Shubuh, seandainya mereka mengetahui balasan pada dua shalat tersebut, niscaya mereka akan bersegera melaksanakannya walaupun dengan merangkak. Dan sungguh aku sangat ingin agar shalat ditegakkan, kemudian aku menyuruh seorang laki-laki untuk mengimami shalat kemudian beberapa orang laki-laki pergi bersamaku dengan membawa kayu bakar kepada suatu kaum yang tidak menghadir shalat dan akan aku bakar rumah mereka.

Dalam shahih Muslim dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه, beliau berkata:

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى

Barang siapa yang ingin bertemu Allah kelak dalam keadaan muslim, hendaklah ia menjaga seluruh shalatnya dengan jama’ah dimana mereka diseru, sesungguhnya Allah telah mensyari’atkan kepada nabi kalian sunnah yang agung, shalat berjama’ah adalah salah satu dari sunnah yang agung tersebut.

Beliau juga berkata:

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ

Sungguh tidak ada seorangpun yang menyelisihinya melainkan ia adalah munafik yang hakiki. Sungguh seorang laki-laki akan datang ke masjid dengan dipapah oleh dua orang sehingga ia sampai ke shaf.

Sebagian orang yang berpuasa meremehkan perkara ini, bahkan mereka tidur pada waktu shalat.

Meninggalkan shalat termasuk kemungkaran yang paling besar dan kelalaian yang berat terhadap shalat, sehingga sebagian besar ulama berkata, ”Sesungguhnya barang siapa yang mengakhirkan waktu shalat tanpa udzur yang dibolehkan agama, maka shalatnya tidak diterima sekalipun ia shalat seratus kali”. Sebagaimana sabda Rasulullah صلي الله عليه وسلم:

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada perintah (contohnya) dari kami maka amalannya tertolak. (HR. Muslim)

Dan mengerjakan shalat setelah lewat waktunya bukanlah ajaran Rasulullah صلي الله عليه وسلم, sehingga perbuatan tersebut tertolak.

Diantara adab-adab yang wajib dipenuhi juga, hendaklah seorang yang berpuasa menjauhi perkara-perkara yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Seperti menjauhi perbuatan dusta, yaitu menceritakan sesuatu yang bukan kenyataan (kebohongan). Kedustaan yang paling besar adalah berdusta kepada Allah dan rasul-Nya, seperti menyandarkan suatu perkara kepada Allah dan rasul-Nya untuk menghalalkan sesuatu yang telah jelas keharamannya atau mengharamkan sesuatu yang telah jelas kehalalannya tanpa ilmu.

Allah berfrman:

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَـذَا حَلاَلٌ وَهَـذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُواْ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللّهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ. مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih. (QS. An Nahl: 116-117).

Dan dalam shahih Bukhari-Muslim, juga dalam kitab shahih yang lainnya, Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

Barang siapa yang berdusta atas ku dengan sengaja maka hendaklah ia mengambil “tempat duduknya” di neraka.

Rasulullah صلي الله عليه وسلم memberi peringatan keras orang yang berdusta, beliau bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Jauhilah perbuatan berdusta Sesungguhnya dusta menghantarkan pada dosa, dan dosa menghantarkan pada neraka. Dan seorang senantiasa berdusta, dan terbiasa berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta. (Muttafaq ‘Alaih)

Perkara lainnya yang harus dihindari seorang yang berpuasa adalah ghibah, yaitu menceritakan perihal orang lain tentang sesuatu yang tidak ia sukai, baik menceritakan tentang fisiknya seperti pincang, juling, buta sebagai bentuk celaan, ataupun tentang akhlaqnya, seperti bodoh, fasiq dll. Baik yang dikatakan itu benar ataupun tidak.

Ketika nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم ditanya tentang ghibah, beliau bersabda:

ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Engkau menceritakan perihal saudaramu yang tidak ia sukai” kemudian seorang berkata,” Bagaimana jika apa yang aku katakan itu memang ada padanya?”, beliau bersabda, “Jika apa yang engkau katakan itu benar maka disitulah engkau telah melakukan ghibah, jika apa yang engkau katakan itu tidak ada pada saudaramu maka engkau telah berdusta” (HR. Muslim)

Allah telah melarang perbuatan ghibah dalam Al Qur’an dan mengumpamakan perbuatan ini dengan sejelek-jelek perumpamaan, Allah perumpamakan dengan seorang yang memakan bangkai saudaranya, sebagaimana Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman dalam surat Al Hujurat:12,

بَعْضاً أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتاً فَكَرِهْتُمُوهُ

Janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.

Nabi Muhammad صلي الله عليه وسلم mengabarkan bahwa pada malam ketika beliau melakukan Mi’raj, beliau melewati suatu kaum yang kuku-kukunya terbuat dari besi, mereka mencakar wajah dan dada mereka. Kemudian Rasulullah bertanya:

مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ قَالَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ

“siapakah mereka wahai Jibril?”, berkata Jibril, “mereka adalah orang-orang yang semasa hidupnya memakan daging manusia dan menginjak-injak kehormatan manusia” (HR. Abu Daud)

Larangan berikutnya harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah perbuatan namimah, yaitu menukil perkataan seseorang untuk disampaikan kepada orang lain dengan tujuan menimbulkan permusuhan diantara dua orang tersebut. Perbuatan namimah ini termasuk salah satu dosa besar. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ

Tidak masuk surga, orang yang suka berbuat namimah. (Muttafaq ‘Alaih).

Dan dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu Mas’ud رضي الله عنهما, bahwasanya Rasulullah صلي الله عليه وسلم pernah melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda:

إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا هَذَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا هَذَا فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ

“Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang di adzab oleh Allah, keduanya diadzab bukan karena perkara besar, yang satu diadzab karena ia tidak bersuci setelah buang air kecil, dan yang satunya lagi diadzab karena perbuatan namimah”.

Namimah menimbulkan dampak buruk baik pribadi maupun masyarakat, dan dapat memecah belah kaum muslimin, menimbulkan permusuhan diantara mereka.

وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ. هَمَّازٍ مَّشَّاء بِنَمِيمٍ

Dan janganlah kamu ikuti Setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah. (QS. Al Qalam: 10-11)

Maka barang siapa yang memfitnah orang lain di hadapanmu maka bisa jadi ia pun akan memfitnahmu, maka berhati-hatilah.

Larangan yang lain adalah menipu atau berbuat curang, baik dalam berniaga, sewa-menyewa, bekerja, pegadaian, dalam setiap nasehat ataupun saran dan yang lainnya. Menipu atau kecurangan termasuk salah satu dosa besar, Rasulullah صلي الله عليه وسلم berlepas diri dari pelakunya, Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا. وفي لفظٍ: مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي

“Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golongan kami” dalam riwayat yang lain, “Barang siapa yang berbuat curang/menipu maka ia bukan golonganku” (HR. Muslim)

Menipu atau curang berarti menutupi kebenaran, menyia-nyiakan amanah dan menghilangkan kepercayaan diantara manusia. Dan setiap usaha dari perbuatan menipu atau curang adalah usaha yang buruk lagi haram, yang tidak akan memberikan apa-apa kepada pelakunya melainkan ia akan semakin jauh dari Allah.

Larangan berikutnya yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah menjauhi alat musik dengan beragam jenisnya, yang merupakan benda yang melalaikan, seperti gambus, rebab, biola, piano, dan lain-lain. Semua alat-alat ini haram dinikmati. Semakin besar keharaman dan dosanya jika disertai nyanyian dengan suara yang merdu/indah dan membuat terlena.

Allah سبحانه و تعالي berfirman dalam al-Quran:

z وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan Perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. mereka itu akan memperoleh azab yang hina. (QS. Luqman: 6)

Ibnu Mas’ud رضي الله عنه ditanya tentang ayat ini, beliau berkata, “Demi Dzat yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia, yang dimaksud ayat itu adalah nyanyian”. Dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dari Jabir, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, berkata Al Hasan, “ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian”. Sungguh Rasulullah صلي الله عليه وسلم telah memberikan peringatan keras untuk menjauhi alat musik dan menyandingkan kedudukan pelakunya dengan pelaku zina, Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

Akan ada (di akhir zaman) dari umatku, kaum yang menghalalkan kehormatan (zina), sutera dan alat musik. (HR. Bukhari)

Yang dimaksud kehormatan adalah farji (kemaluan), lebih tepatnya, perbuatan zina. Pengertian menghalalkan dalam hadits di atas adalah seorang melakukan perbuatan tersebut dengan kesadaran. Hal ini sungguh telah terjadi pada zaman kita sekarang, sebagian orang memainkan alat musik atau mendengarkannya seakan-akan apa yang mereka lakukan itu adalah perkara halal. Ini merupakan salah satu keberhasilan dari tipu daya yang dilancarkan musuh-musuh Islam, sehingga kaum muslimin lalai dari berdzikir kepada Allah, agama dan dunia mereka. Sehingga jumlah kaum muslimin yang gemar mendengarkan musik lebih banyak ketimbang yang senang mendengar bacaan Al Qur’an, Hadits, perkataan para ulama’ yang menjelaskan hukum-hukum dalam syari’at agama islam berserta hikmah-hikamhnya. Maka berhati-hatilah wahai kaum muslimin dari melakukan pembatal-pembatal dan pengurang pahala puasa, jagalah diri kalian dari berkata yang buruk dan berbuat dusta.

Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَعَمِلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ عزّوجلّ حَاجَةً أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta serta bodoh maka Allah tidak butuh pada puasanya” (HR. Bukhari)

Berkata Jabir رضي الله عنه, “Jika engkau berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan dan lisanmu dari berdusta dan berbuat keharaman. Jangan menyakiti tetangga, dan buatlah tetanggamu merasa tenang dan nyaman terhadapmu. Jangan engkau samakan hari ketika engkau berpuasa dengan hari ketika engkau tidak berpuasa”

Ya Allah jagalah agama kami, anggota tubuh kami dari menimbulkan kemarahan-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, kedua orang tua kami, dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu wahai Dzat yang maha Penyayang. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada nabi kami Muhammad صلي الله عليه وسلم, keluarganya, serta para sahabatnya.

ADAB-ADAB SUNNAH DALAM PUASA

Penerjemah: Muhammad Iqbal AG

Segala puji bagi Allah سبحانه و تعالي yang menyampaikan kepada yang berharap melebihi harapannya, yang memberikan kepada yang meminta melebihi permintaannya. Aku memuji-Nya atas petunjuk dan hidayah-Nya. Aku mengakui ke Esaan-Nya sebagai pengakuan orang yang mengetahui dengan dalil dan dasar-dasarnya. Aku mengucap shalawat dan salam kepada nabi kita Muhammad صلي الله عليه وسلم, hamba dan utusan-Nya, kepada sahabatnya Abu Bakar رضي الله عنه yang selalu bersamanya baik di perjalanan maupun ketika menetap, kepada Umar رضي الله عنه yang menjaga Islam dengan semangat yang tidak khawatir dari kekalahan, kepada Utsman رضي الله عنه yang sabar terhadap bala saat menimpanya, dan kepada Ali bin Abu Thalib رضي الله عنه yang menakutkan musuh dengan keberaniannya sebelum bertarung, serta kepada keluarga dan sahabatnya yang mendapatkan keberuntungan terdahulu dalam cabang dan dasar agama, selama bertiupnya angin di antara selatan dan utaranya, barat dan timurnya.

Saudaraku: majelis ini merupakan bagian kedua dari adab-adab puasa, yaitu adab-adab yang disunnahkan, di antaranya:

Sahur , yaitu makan di akhir malam yang dinamakan dengan nama itu, karena ia terjadi di waktu sahur. Nabi صلي الله عليه وسلم menganjurkannya seraya bersabda:

تَسَحَّرُوْا فَإِنَّ فِي السَّحُوْرِ بَرَكَةً

"Makan sahurlah, maka sesungguhnya pada makan sahur ada berkah." (Muttafaqun 'alaih)

Dan dalam shahih Muslim dari Amr bin Ash رضي الله عنه, sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ

"Perbedaan di antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur."

Dan beliau صلي الله عليه وسلم memuji sahur dengan kurma dalam sabdanya:

نِعْمَ سَحُورُ المؤمنِ التمرُ

“Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah kurma." (HR. Abu Daud)

Dan Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

السَّحُورُ أَكْلَةُ بَرَكَةٍ فَلاَ تَدَعُوْهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَي الْمُتَسَحِّرِيْنَ

“Semua sahur adalah berkah maka janganlah kamu meninggalkannya sekalipun hanya dengan seteguk air, sesungguhnya Allah عزّوجلّ dan para malaikatnya mengucapkan shalawat kepada orang-orang yang bersahur." (HR. Ahmad dan al-Mundzir berkata: isnadnya kuat)

Hendaklah orang yang bersahur berniat dengan sahurnya karena menjunjung perintah Nabi صلي الله عليه وسلم dan mengikuti perbuatannya, agar sahurnya menjadi ibadah. Dan hendaklah ia berniat untuk kuat dalam puasa agar ia mendapatkan pahala. Sunnahnya adalah menunda sahur selama ia tidak merasa khawatir terbitnya fajar, karena hal itu adalah perbuatan Nabi صلي الله عليه وسلم. Dari Qatadah, dari Anas bin Malik رضي الله عنه, sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم dan Zaid bin Tsabit رضي الله عنه makan sahur, setelah selesai dari makan sahur, Nabi صلي الله عليه وسلم berdiri menuju shalat, lalu beliau صلي الله عليه وسلم shalat. Kami bertanya kepada Anas رضي الله عنه, berapakah jarak waktu di antara makan sahur mereka dan shalat? Ia menjawab, 'Sekadar seorang laki-laki membaca lima puluh ayat.' (HR. Al-Bukhari)

Dan dari Aisyah رضي الله عنها, sesungguhnya Bilal رضي الله عنه azan di malam hari, maka Nabi صلي الله عليه وسلم besabda:

كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ

“Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum azan, sesungguhnya ia tidak azan sehingga terbit fajar." (HR. Al-Bukhari)

Menunda sahur lebih baik bagi yang puasa dan lebih aman dari tidur sebelum fajar. Orang yang puasa boleh makan dan minum sekalipun setelah makan sahur dan berniat puasa sampai ia yakin terbit fajar berdasarkan firman Allah عزّوجلّ:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

“makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar” (QS. al-Baqarah:187)

Diputuskan terbit fajar bisa dengan melihat di ufuk atau berita yang bisa dipercaya dengan azan atau lainnya. Apabila terbit fajar, ia menahan diri dan berniat dengan hatinya dan tidak mengucapkan niat karena mengucapkannya adalah bid'ah.

Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah menyegerakan berbuka, apabila sudah yakin tenggelam matahari dengan melihatnya atau berdasarkan dugaan kuat tenggelamnya matahari dengar berita orang yang dipercaya dengan azan atau lainnya. Dari Sahal bin Sa'ad رضي الله عنه, sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

لَا يَزَالُ اَلنَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا اَلْفِطْرَ

"Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (Muttafaqun 'alaih)

Dan Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda yang diriwayatkannya dari Rabb-nya عزّوجلّ:

إن أحبَ عبادي إليَّ أعجلُهم فطراً

"Sesungguhnya hambaku yang paling Ku-cintai adalah yang paling segera berbuka." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Sunnah berbuka dengan ruthab , jika tidak ada maka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air. Berdasarkan riwayat Anas رضي الله عنه: Nabi صلي الله عليه وسلم berbuka sebelum shalat atas beberapa biji ruthab. Maka jika tidak ada ruthab maka atas kurma, jika tidak ada kurma, beliau meminum air.' HR. Ahmad, Abu Daud, dan at-Tirmidzi. Jika ia tidak mendapatkan ruthab, tidak kurma dan tidak pula air, ia berbuka atas makanan atau minuman halal yang ada. Jika ia tidak mendapatkan sesuatu, ia berniat berbuka dengan hatinya dan tidak perlu mengisap telunjuknya atau mengumpulkan air liurnya lalu menelannya, seperti yang dilakukan sebagian orang awam.

Dianjurkan berdoa saat berbuka dengan doa yang diinginkan. Dalam sunan Ibnu Majah, dari Nabi صلي الله عليه وسلم, beliau bersabda:

أِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَاتُرَدُّ

"Sesungguhnya bagi orang yang puasa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak." (Berkata dalam az-Zawaid: isnadnya shahih)

Dan Abu Daud meriwayatkan dari Muazd bin Zahrah secara mursal marfu': 'Apabila berbuka beliau membaca:

اللَّهُمَّ لك صُمْت وعلى رزقك أفَطَرَتُ

"Ya Allah, untuk-Mu aku berbuka dan atas rizqi-Mu aku berbuka."

Dan dalam riwayat Abu Daud juga dari hadits Ibnu Umar رضي الله عنهما sesungguhnya apabila Nabi صلي الله عليه وسلم berbuka, beliau صلي الله عليه وسلم membaca:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

"Hilang rasa haus, leher menjadi basah dan tetaplah pahala, insya Allah."

Di antara adab puasa yang disunnahkan adalah banyak membaca al-Qur`an, dzikir, shalat, sedakah. Dalam Shahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

ثلاثة لا ترد دعوتُهم: الصائمُ حتى يُفْطِر، والإِمامُ العادلُ، ودعوةُ المظلومِ يرْفَعُها الله فوقَ الغمامِ وتُفتَحُ لها أبوابُ السماء ويقولُ الرَّبُّ: وعِزَّتِي وجَلالِي لأنصُرنَّكِ ولو بَعدَ حينٍ

"Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka: orang yang puasa saat berbuka, pemimpin yang adil, dan doa orang yang teraniaya diangkat oleh Allah di atas awan dan dibuka baginya pintu-pintu langit dan ar-Rabb berfirman: 'Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku akan menolongmu sekalipun setelah beberapa waktu." (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Dan dalam Shahihain dari hadits Ibnu Abbas رضي الله عنهما berkata: 'Rasulullah صلي الله عليه وسلم adalah manusia paling pemurah, dan beliau paling pemurah saat di bulan Ramadhan saat Jibril menemuinya dan tadarus al-Qur`an. "Sungguh Rasulullah صلي الله عليه وسلم saat bertemu Jibril عليه السلام lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin yang bertiup, dan sifat pemurah Nabi صلي الله عليه وسلم menggabungkan berbagai macam jenis kebaikan berupa mengajarkan ilmu, memberikan bantuan fisik dan harta karena Allah عزّوجلّ dalam menampakkan agama-Nya, memberi petunjuk kepada hamba-hamba-Nya, dan menyampaikan manfaat untuk mereka dengan segala macam jalan berupa mengajarkan ilmu kepada mereka, menunaikan hajat dan memberikan makan kepada yang lapar. Dan sifat pemurahnya berlipat ganda di bulan Ramadhan karena kemuliaan waktunya dan berlipat ganda pahalanya serta menolong orang-orang yang ibadah di bulan itu, juga menggabungkan di antara puasa dan memberi makan, dan keduanya termasuk sebab-sebab masuk surga.

Di dalam Shahih Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه, sesungguhnya Nabi صلي الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ صَائِمًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ تَبِعَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ جَنَازَةً قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ أَطْعَمَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مِسْكِينًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا قَالَ فَمَنْ عَادَ مِنْكُمْ الْيَوْمَ مَرِيضًا قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا اجْتَمَعْنَ فِي امْرِئٍ إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

"Siapakah darimu yang berpuasa pagi ini? Abu Bakar رضي الله عنه menjawab: Saya.' Beliau صلي الله عليه وسلم bertanya: 'Siapakah darimu yang mengikuti jenazah pada hari ini? Abu Bakar menjawab: Saya. Beliau bertanya: 'Siapakah darimu yang memberi makan orang miskin pada hari ini? Abu Bakar menjawab: Saya. Beliau bertanya: Siapakah darimu yang mengunjungi orang sakit pada hari ini? Abu Bakar menjawab: Saya. Beliau bersabda: 'Tiadalah semuanya berkumpul pada seseorang kecuali ia masuk surga."

Di antara adab-adab puasa yang disunnahkan bahwa orang yang puasamerasakan besarnya nikmat Allah عزّوجلّ kepadanya dengan berpuasa, di antara Dia memberi taufik dan kemudahan kepadanya sehingga ia bisa menyempurnakan puasa dan bulannya. Sesungguhnya banyak orang yang tidak bisa melaksanakan puasa, bisa jadi karena wafat sebelum bulan Ramadhan, atau tidak mampu melakukannya, atau karena sesat dan berpaling karena enggan melaksanakannya. Maka hendaklah orang yang puasa memuji Rabb-nya terhadap nikmat puasa yang merupakan sebab-sebab ampunan segala dosa, penebus segala kesalahan, dan meninggikan derajat di negeri penuh nikmat di samping Rabb Yang Maha Mulia.

Saudaraku, laksanakanlah adab-adab puasa, hindarilah sebab-sebab kemurkaan dan siksaan, berhiaslah dengan sifat-sifat salafus shalih, maka sesungguhnya tidak akan baik generasi terakhir umat ini kecuali sesuatu yang memperbaiki generasi pertama umat ini berupa melaksanakan taat dan menjauhi dosa.

Ibnu Rajab رحمه الله berkata: orang-orang yang puasa ada dua tingkatan: salah satunya adalah yang meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Allah عزّوجلّ, mengharapkan gantian hal itu di surga. Maka ini sungguh melakukan perniagaan bersama Allah عزّوجلّ, dan Allah عزّوجلّ tidak menyia-nyiakan pahala orang yang melakukan amal kebaikan dan tidak merugi orang yang melakukan transaksi bersamanya, bahkan mendapat keuntungan besar. Rasulullah صلي الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئًا اتِّقَاءَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَّا آتَاكَ اللَّهُ خَيْرًا مِنْهُ

"Sungguh, tidaklah sekali-kali kamu meniggalkan sesuatu karena takut kepada Allah tabaraka wata’ala melainkan Allah memberikan kepadamu kebaikan dari-Nya.” (HR. Ahmad)

Orang yang puasa ini diberikan di surga apa yang dia kehendaki berupa makanan, minuman dan wanita. Firman Allah سبحانه و تعالي:

كُلُوا وَاشْرَبُوا هَنِيئاً بِمَا أَسْلَفْتُمْ فِي الْأَيَّامِ الْخَالِيَةِ

(kepada mereka dikatakan):"Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal ang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu". (QS. Al-Haaqah: 24)

Mujahid رحمه الله dan yang lain berkata: ayat ini turun pada orang-orang yang puasa. Dan dalam hadits Abdurrahman bin Samurah رضي الله عنه yang Nabi صلي الله عليه وسلم melihatnya di dalam tidurnya, beliau bersabda: 'Dan aku melihat seorang lelaki dari umatku yang mengulurkan lidah karena kehausan, setiap kali hampir dari telaga ia diusir dan dihalangi, lalu datanglah kepadanya puasa Ramadhan, lalu ia memberinya minuman dan menghilangkan dahaganya.' (HR. At-Thabrani)

Wahai kaumku, adakah orang yang meminang bulan ini kepada ar-Rahman? Adalah yang ingin surga yang disediakan Allah سبحانه و تعالي bagi orang-orang yang taat?

Barangsiapa yang ingin memiliki surga - maka janganlah ia terlambat

Hendaklah ia bangun di kegelapan malam – kepada nur al-Qur`an

Dan hendaklah ia shalat dan puasa – sesungguhnya kehidupan ini binasa

Kehidupan sebenarnya hanya di samping Allah عزّوجلّ - di neg ara yang aman

Tingkatan kedua: orang yang puasa di dunia dari sesuatu selain Allah عزّوجلّ, maka ia menjaga kepala dan yang mengelilingi, perut yang meliputi, mengingat mati dan kehancuran, menginginkan akhirat lalu meninggalkan perhiasan dunia. Inilah hari rayanya di hari bertemu Rabb-nya dan kebahagiaannya dengan melihat-Nya.

Barangsiapa yang berpuasa karena perintah Allah عزّوجلّ, meninggalkan syahwatnya di dunia niscaya ia mendapatkanya besok di surga. Dan barangsiapa yang berpuasa dari sesuatu selain Allah عزّوجلّ maka hari rayanya adalah saat bertemu-Nya:

مَن كَانَ يَرْجُو لِقَآءَ اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang.Dan Dia-lah yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Ankabuut:5)

Wahai sekalian orang yang bertaubat, puasalah pada hari ini dari hawa nafsu agar kamu mendapatkan idul fitri saat bertemu.

Ya Allah, indahkanlah batin kami dengan ikhlas untuk-Mu, perbaikilah amal perbuatan kami dengan mengikuti rasul-Mu dan beradab dengan adab-adabnya. Ya Allah, bangunkanlah kami dari kelalaian dan selamatkanlah kami dari kekhilafan, ampunilah segala dosa dan kesalahan kami. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan semua kaum muslimin, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, dengan rahmat-Mu wahai Yang paling penyayang dari orang-orang yang penyayang. Semoga rahmat dan keselamatan Allah سبحانه و تعالي selalu tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter